UN dan kegelisahan
siswa………
Pernahkah kita sadari bahwa hari-hari
menjelang dilaksanakan ujian nasional (UN) banyak siswa yang gelisah serta
merasa terganggu dengan aneka ragam polemik dan kritikan? Mereka khawatir dan
waswas terhadap isu terjadinya kecurangan benar-benar bakal terjadi. Lantas
buat apa selama ini mempersiapkan diri menghadapi UN dengan belajar di sekolah,
mengikuti les tambahan, dan bimbingan belajar jika pada akhirnya terkalahkan
dengan praktik curang.
SETIAP menjelang pelaksanaan
UN tidak pernah lepas dari polemik dan berbagai macam kritikan. Jika tahun lalu
polemik berkisar perlu dan tidaknya UN dilaksanakan karena banyak pihak yang
menilai pemborosan anggaran, membutuhkan biaya triliunan rupiah. Juga tidak
sedikit pihak yang mempertanyakan tugas Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP), jika kelulusan siswa harus ditentukan melalui UN dan beragam kritikan
lain. Meski begitu, toh UN tetap dilaksanakan. Tahun ini, polemik tersebut
tidak ada lagi. Yang muncul akhir-akhir ini adanya kekhawatiran bakal terjadi
penyimpangan UN. Baik yang dilakukan oleh peserta ujian, para pengawas, maupun
para guru sendiri termasuk kepala sekolah.
Penyimpangan yang dimaksud
meliputi kebocoran soal, beredarnya kunci jawaban, pengubahan kertas jawaban usai
pelaksanaan UN, dan aneka ragam penyimpangan lainnya. Sebagai akibat dari
penyimpangan tersebut muncul rasa ketidakadilan, seperti ada sekolah yang
kurang bermutu dan diperkirakan jumlah kelulusannya rendah, ternyata
justru sebaliknya, semua lulus. Sebaliknya, sekolah yang dianggap unggul,
ternyata banyak siswanya yang tidak lulus. Ada juga yang mengaitkan kelulusan sekolah
dengan kebijakan politik daerah setempat. Konon ada pimpinan daerah yang sudah
memasang target agar kelulusan UN mencapai presentase tertentu.
Akibatnya, kepala dinas
pendidikan dan kepala sekolah harus bekerja keras agar target yang diinginkan
kepala daerah tersebut dapat dicapai. Karena jika target tidak terpenuhi
dikhawatirkan jabatannya akan di copot, karena jabatan kepala dinas dan kepala
sekolah ditentukan oleh kepala daerah. Jujur harus diakui bahwa hasil UN bukan
saja menjadi kebanggaan sekolah, tapi juga pemerintah daerah.
Bahkan lebih dari itu, hasil
UN akan menjadi penentu terhadap kelangsungan hidup sekolah yang bersangkutan.
Pendek kata, kelulusan UN masih menjadi kebanggaan dan sebagai tolok ukur
prestasi bagi semua pihak yang terlibat di dalam lembaga pendidikan yang
bersangkutan. Semua pihak tentu setuju, apapun kegiatan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah perlu untuk di evaluasi, terlebih yang berkaitan dengan dunia
pendidikan, agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan itu berhasil memenuhi
target yang diinginkan.
Sayangnya, dalam melontarkan
polemik dan kritik banyak pihak yang tidak mempertimbangkan dampak negatif bagi
para siswa yang sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian. Harus disadari
bahwa saat ini banyak para siswa yang mengaku terganggu dengan gencarnya
pemberitaan di media masa, khususnya terkait dengan isu kebocoran soal dan
kunci jawaban tadi.
Meski baru sebatas
kekhawatiran dan belum tentu terjadi, namun secara psikologis telah berpengaruh
terhadap konsentrasi para siswa, khususnya mereka yang telah mempersiapkan diri
dengan sungguh-sungguh dalam menghadapi ujian. Untuk mengatasi berbagai kemungkinan
terjadinya penyimpangan, Menteri Pendidikan Nasional telah mengambil kebijakan
dengan menggandeng perguruan tinggi menjadi pengawas ujian nasional dan juga
melibatkan pihak-pihak keamanan. Untuk mengatasi persoalan ini sesungguhnya
bukan hal yang sulit, karena alur perjalanan distribusi dokumen UN sudah jelas,
sejak dari pencetakan naskah, proses pengiriman, penyimpanan dan
pendistribusian ke sekolah-sekolah. Kuncinya hanya satu, masing-masing
pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan UN memiliki komitmen moral untuk
menciptakan UN yang benar-benar bersih.
Sebaliknya, seketat apapun
pengawalan dan pengawasan dilakukan, bahkan jika perlu naskah tersebut di
simpan di kantor Polisi, namun jika komitmen moral itu sudah tidak ada maka
penyimpangan sangat mudah untuk dilakukan. Maka yang terpenting bukan pada
proses pengawasan dan sistem pengamanannya, namun mental manusianya. Ada baiknya semua pihak
untuk tidak memperpanjang polemik yang mau tidak mau akan berakibat negatif
terhadap anak-anak bangsa yang sedang menghadapi ujian. Toh tidak ada jaminan
jika penyimpangan itu benar terjadi bakal ada tindak lanjut berupa penerapan
sanksi, baik sanksi administrasi maupun hukum.
Betapa banyak penyimpangan
yang terjadi selama ini khususnya di lembaga pendidikan, seperti dana bantuan
operasional sekolah (BOS), dana alokasi khusus (DAK), pemalsuan ijazah dan
kegiatan pendidikan lainnya, nyatanya semua hilang begitu saja. Apa
sesungguhnya yang sedang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini? Mengapa
tiba-tiba saja UN bagaikan sesuatu yang gawat dan menakutkan bagi sebagian
besar para orang tua, guru dan juga siswa? Kebijakan Pemerintah yang salah atau
wujud dari ketidaksiapan anak-anak kita? Dan masih banyak pertanyaan lain yang
merupakan bentuk dari kebingungan masyarakat dalam mengikuti polemik ini,
karena sejak jaman dulu setiap yang bersekolah pasti mengalami ujian.
Penulis justru berpikir lain,
apakah ujian seperti itu memang masih relevan dengan perkembangan
informasi dan ilmu pengetahuan yang ada sekarang. Dulu di saat ilmu
pengetahuan dan informasi masih terbatas, maka kecakapan para siswa harus
di ukur atau dievaluasi dari seberapa banyak bahan pelajaran yang berhasil
dikuasai dan dihafalkan. Sekarang ini informasi dan ilmu pengetahuan telah terbuka
melalui internet dan dapat diakses dengan mudah oleh para siswa, sehingga jika
ujian dilaksanakan seperti itu, maka beban yang harus ditanggung oleh para
siswa akan menjadi semakin berat.
Mestinya sejalan dengan
perubahan zaman, maka cara menguji dan mengevaluasi prestasi siswa juga ikut di
ubah, bukan lagi menghafal materi pelajaran, namun menjadi seberapa jauh para
siswa sanggup beradaptasi dengan kecepatan terhadap membanjirnya informasi dan
ilmu pengetahuan itu. Saat sekarang ini yang diperlukan adalah kemampuan
berkolaborasi dan bekerja sama, seberapa pintar para siswa membangun dan
melakukan kerja sama untuk mendapatkan temuan hal-hal baru. Maka yang perlu
dikhawatirkan saat ini, jangan sampai produk pendidikan hanya
berhasil memenuhi kebutuhan tenaga kerja tingkat rendahan dan tidak mampu
beradaptasi dengan tuntutan zaman, akibat dari penerapan pendidikan yang kurang
tepat.
Beri Motivasi Siswa
Hal yang penting untuk
dilakukan saat ini adalah memberikan motivasi kepada para siswa bahwa UN bukanlah
hantu yang harus ditakuti. Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri
seseorang. Bila seseorang memiliki motivasi tinggi maka seberat apapun
tantangan yang ada di hadapannya akan mampu diatasi. Karena itu, menumbuhkan
motivasi yang tinggi bagi siswa adalah langkah awal yang harus dilakukan. Tentu
saja tidak mudah untuk menumbuhkan motivasi atau gairah belajar yang tinggi.
Bagi sekolah unggul, jauh-jauh hari telah melakukan pendekatan khusus dengan
pengklasifikasian siswa dari siswa yang memiliki high motivation sampai low
motivation, untuk selanjutnya dibuat progress report.
Semua pihak dituntut untuk
memahami faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam belajar. Di antaranya,
lingkungan sekitar, sarana belajar, dan cara belajar. Lingkungan sekitar
meliputi orang tua, guru dan teman. Kepada siswa harus kembali diyakinkan bahwa
dalam menentukan kelulusan bukan hanya dari nilai UN, tetapi juga nilai-nilai
ujian sekolah. Meski UN tahun ini lebih ringan dibandingkan dengan tahun yang
lalu, para siswa tetap harus melakukan persiapan, khususnya mempersiapkan
mental agar tidak down saat ujian nanti. Hal yang tidak kalah penting adalah
support dari orang tua dan orang-orang terdekat.
Banyak orang tua yang bersikap
apatis terhadap proses pendidikan anak, dengan alasan sibuk dan berbagai alasan
lainnya. Orang tua yang bijak tentu akan meluangkan waktu untuk berkomunikasi
dengan anak yang akan menghadapi ujian. Komunikasi yang disertai dengan doa
dari orang tua akan menjadi modal dan kekuatan yang maha dahsyat bagi si anak
dalam menghadapi setiap tantangan, termasuk ujian nasional. Hampir sebagian
besar anak meyakini bahwa doa dari orang tua dapat meningkatkan rasa percaya
diri dan memperteguh keyakinan bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu yang pada
awalnya penuh ragu.
Hipnosis motivasi juga
merupakan hal yang sangat positif karena waktunya sangat tepat di saat anak
akan menghadapi ujian nasional. Hari-hari ini bukanlah saat yang tepat menuntut
anak agar mengurung diri untuk belajar. Justru yang diperlukan mereka saat ini
adalah suasana tenang, santai dan harmonis di tengah keluarga. Untuk
menghilangkan kejenuhan, tidak ada salahnya jika orang tua mengajak anak keluar
rumah walau hanya sekedar menghirup udara segar.
Seyogyanya para orang tua
perlu memahami bahwa pendidikan harus mampu memunculkan tiga kesadaran bagi
anak, yakni kesadaran bertujuan, kesadaran berprestasi dan kesadaran berefleksi
terhadap dirinya sendiri. Kita tentu berharap agar pelaksanaan UN tahun ini
dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi siswa, tidak hanya mendapat nilai
yang sesuai dengan standar kelulusan, tapi juga merasakan bagaimana sikap harus
bekerja keras untuk memperoleh sesuatu dalam kemandirian. Kepada putra-putri
bangsa yang akan menempuh UN selamat berjuang untuk menggapai sukses dan masa
depan.
OPINI : bahas UN memang
negangin, karena saya sudh merasakan 2x , apalagi saat menunggu hasil, mau
copot jantung rasanya karena benar – benar bikin strezzz. memang UN adalah
akhir dari kegiatan kita saat menjadi siswa, disitu ujung dari semua kegiatan
yang kita lakukan sisekolah, namun kegelisahan yang bukan main – main, karena
apapun hasil jawaban dari kita akan menentukan masa depan kita kedepannya, jika
lulus maka akan duduk dibangku baru, tapi jika sebaliknya tidak lulus harus
mengulang dan manenggung malu pada semua orang, tentunya kita tidak ingin kan
mengecewakan orang tua.
Maka dari itu, sebelum melaksanakan UN, kita harus benar
– benar mempersiapkan diri, supaya diri kita benar – benar siap saat
melaksanakn UN, dan kita harus yakin bahwa kita pasti bisa.